Menjadi Ranger adalah pilihan hidup
Menjadi Ranger adalah pilihan hidup membanggakan untuk menjaga kelestarian hutan demi masa depan. Foto: Junaidi Hanafiah |
Mahmud, warga Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, adalah Ranger yang berpatroli sejak 1998. Ia mengaku, selain berkebun, Ranger merupakan pilihan hidup. Meski usianya 61 tahun, ia tetap menjaga hutan. “Saya demam kalau lama tidak keliling hutan, ada ketenangan yang hilang.”
Mahmud terlibat menjadi Ranger karena khawatir akan keberadaan harimau dan badak yang berkurang akibat perburuan. “Dulu, kami bisa menemukan harimau dan jejak badak dengan mudah, saya khawatir mereka punah perlahan,” ujarnya.
Dahlawi, warga Kabupaten Aceh Selatan, generasi tua tim Ranger mengatakan hal yang sama. Dia prihatin keadaan satwa berkurang dan hutan yang dirambah. “Di hutan, lebih nyaman dan banyak yang dilihat.”
Dahlawi mengaku, saat patroli tidak bisa membawa logistik yang banyak. Tim yang dipimpinnya pernah kehabisan bahan makanan dan hanya mengganjal perut dengan ikan yang ditangkap di sungai.
“Saat itu beras habis. Kami hanya makan ikan beberapa hari,” tutur Dahlawi yang diamini Hendra, mantan pasukan khusus Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bergabung menjadi Ranger.
Dahlawi menambahkan, di hutan, mereka kadang harus mendaki atau menuruni tebing curam, menyeberangi derasnya air sungai, juga melewati hutan yang dipenuhi tumbuhan berduri. Termasuk, mengangkut anggota tim yang kecelakaan bahkan meninggal dunia.
“Itu semua bagian perjalanan hidup. Kita harus menjaga hutan beserta keragaman hayati yang ada. Ini penting,” pungkasnya.
Semangat para ranger๐๐๐
BalasHapus